Hadiri Undangan di IKN, Ganjar Sambangi Mangrove Center Balikpapan

Radarlamteng.com, KALIMANTAN TIMUR – Ganjar Pranowo menyempatkan waktu menyusuri Mangrove Center Graha Indah di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Gubernur Jawa Tengah dan rombongan, menyusuri hutan bakau di kawasan calon ibukota negara (IKN), dengan menumpangi perahu karet (rubber boat).

Kunjungan tersebut dilakukan di sela-sela undangan gubernur seluruh Indonesia dari Presiden Joko Widodo, ke lokasi pembangunan IKN di Kalimantan Timur. Pada agenda tersebut, Ganjar juga membawa tanah dari “puser bumi” ke Kalimantan.

Hal itu dilakukan sejalan dengan permintaan Presiden Jokowi, agar para gubernur membawa air dan tanah dari daerah masing-masing. Air dan tanah itu, kemudian disatukan dalam Kendi Nusantara.

“Air dan tanah yang diminta presiden sudah saya bawa. Dari mana air dan tanah itu saya ambil, ya rahasia,” kata Ganjar menjawab wartawan, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/3/2022).

Ganjar menerangkan air dan tanah itu diambil dari sejumlah gunung yang diyakini menjadi puser bumi atau pusatnya dunia. Tapi dia tidak menyebut daerah tempat dia mengambil air dan tanah tersebut.

“Jawa Tengah itu ada beberapa lokasi yang dikenal sebagai ‘puser bumi.’ Jadi pusatnya bumi itu ada di Jawa Tengah. Lokasi yang jadi pusat kebudayaan, ada peninggalan leluhur dan lainnya. Ya orang tua kan lebih paham, makanya kemudian tanah dan air dari lokasi itulah yang saya bawa,” ujar Ganjar.

Intinya, lanjut Ganjar, ada dua hal. Pertama secara simbolik, ini tanah-air. Ada tanah dan air. Ganjar meyakini betul karena Presiden Joko Widodo banyak filosofi.

“Maka ia meminta berkumpullah seluruh gubernur membawa tanah air. Ada persatuan, ada kontribusi secara visual,” imbuhnya.

Ditanya soal ada anggapan klenik di balik dibawanya tanah dan air tersebut, Ganjar menjawab santai. Menurutnya hal ini bagian dari kultur atau kebudayaan. Bahkan di negara maju seperti Jepang, tetap ada ritual atau upacara, karena itu budaya.

“Kalau orang Jawa mau buat rumah, di atasnya ada pisang, beras, bendera merah putih. Itu tradisi. Di Jepang juga sama, mau buat bendungan, buat gedung itu ada ritual dan upacaranya. Jadi nggak usah mikir soal apakah ini klenik atau tidak, ini soal kultural dalam bingkai persatuan,” pungkasnya. (net/rnn/rid/gde)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *